Home » Terkini » Mahfud MD: MKD Bisa Pecat Setnov Tanpa Tunggu Praperadilan
Mahfud MD: MKD Bisa Pecat Setnov Tanpa Tunggu Praperadilan
By Unknown • November 25, 2017 • Terbaru Terkini • Comments : 0
Jakarta, SiaranIndoonesia Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa memberhentikan Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR meskipun statusnya masih tersangka. Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara Mohammad Mahfud M.D.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menilai pemberhentian itu tak perlu menunggu putusan praperadilan. Menurutnya, Setnov yang kini ditahan KPK bisa dijadikan dasar pemberhentian oleh MKD karena terindikasi melanggar etika sebagai anggota dewan.
“MKD itu dibentuk untuk bisa menyatakan orang itu diberhentikan atau tidak diberhentikan. Setnov kalau bisa diberhentikan ya bisa, karena telah melanggar etika,” ujar Mahfud saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Sabtu (25/11).
Mahfud menjelaskan, dalam TAP MPR Nomor 6 dan 8 Tahun 2001 memungkinkan sanksi pelanggaran etik lebih dahulu dijatuhkan tanpa harus menunggu sanksi pidana.
Aturan itu mengamanatkan para penyelenggara negara harus siap mundur jika melanggar etika, kaidah dan nilai untuk memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara. Mahfud mengatakan, hal ini pernah terjadi saat Akil Mochtar diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi pada 2013.
"Jadi sanksi etik bisa mendahului hukum, tak perlu menunggu putusan hukum,” tambahnya.
Mahfud menambahkan, surat Setnov yang menolak dicopot sebagai Ketua DPR tidak memiliki pengaruh apapun. Ia meminta MKD tetap independen. Menurutnya, MKD tetap bisa memutuskan perkara Setnov karena telah menimbulkan polemik di masyarakat.
Mahfud lantas membandingkan kinerja MKD dengan Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (BK DPD) yang berani memberhentikan Irman Gusman sebagai Ketua DPD karena dinilai melanggar kode etik setelah menjadi tersangka dalam kasus suap impor gula pada 2016.
Mantan Menteri Pertahanan ini menilai, MKD dinilai terlalu lamban mengambil sikap memutuskan perkara etik Setnov.
“Ya, tak ada bedanya (Kasus Setnov dan kasus Irman Gusman), bedanya cuma DPD berani memberhentikan, tapi DPR tak mau. Kalau DPR mau, bisa diberhetikan itu, kalau mau lho, gitu saja,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar menilai MKD tak punya keberanian dalam merespons kasus mega korupsi e-KTP yang menjerat Setnov.
Idil mengatakan, seharusnya MKD menggelar rapat untuk memberhentikan Setnov sebagai Ketua DPR. Baginya, tak ada dalih menolak dihentikan karena menunggu proses praperadilan.
Idil menilai Setnov terindikasi melanggar etik. Pelanggaran kode etik yang dilakukan Setnov, menurut Idil, karena yang bersangkutan telah dijadikan tersangka dan ditahan oleh KPK.
“Setnov kan sudah dijadikan tersangka oleh KPK, saya kira itu bisa menjadi indikasi kuat ada pelanggaran etik dan bisa menjadi dasar oleh MKD untuk menangani kasus Setnov,” ujar Idil saat dihubungi.
“Ini sebenarnya hanya soal keberanian saja, dan saya melihat MKD belum punya keberanian untuk memutuskan ini,” tambahnya.
Idil mengatakan, ada dua kemungkinan yang membuat MKD takut mengambil sikap tegas terhadap Setnov.
Pertama, para anggota dewan takut karena Setnov memegang informasi penting terkait keterlibatan anggota DPR lainnya terkait kolusi dan korupsi. Hal ini akan menyandera anggota dewan dan lembaga DPR itu sendiri agar tak berani melawan Setnov.
“Di tangan Setnov diduga ada informasi-informasi penting seperti keterlibatan-keterlibatan (para anggota DPR) semisal terjadi kolusi atau korupsi, dan ini kemudian menyandra lembaga DPR dan orang-orang yang ada di DPR itu sendiri,” kata dia.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar