Siaranindonesia - Tahun 2015 penulis sempat ikut acara Investor Summit and Capital Market Expo yang diadakan Bursa Efek Indonesia. Salah satu perusahaan yang mengadakan public expose adalah Tiga Pilar Sejahtera Food yang berkode saham AISA. Dari public expose ini penulis baru mengetahui bahwa beras Cap Ayam Jago telah ada sejak tahun 1965. Di masa lalu, beras merupakan komoditas umum sehingga promosi untuk memperkenalkan brand tidak dilakukan, prioritas perusahaan beras adalah memperluas lokasi penjualan baik di pasar tradisional maupun pasar modern. Namun hal tersebut berubah sejak merk Gulaku berhasil menguasai penjualan gula berkat promosi yang gencar. Karena itu sejak 2013, Tiga Pilar Sejahtera Food meniru promosi Gulaku dan gencar melakukan promosi untuk menaikkan brand beras Cap Ayam Jago dengan berbagai cara, antara lain beriklan di televisi dengan slogan “Beras Cap ayam Jago, Pilihan Ibu Jagoan”, mengedukasi market di YouTube, menggelar kegiatan Public Relations, mengikuti ekshibisi, hingga melakukan aktivasi merek dalam bentuk workshop. Bisa dikatakan, perusahaan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk meningkatkan brand awareness beras Cap Ayam Jago di masyarakat. Penulis akui sangat terkesan dengan penjelasan dengan public expose Tiga Pilar Sejahtera Food.
Beberapa bulan kemudian penulis membeli beras Ayam Jago kemasan lima kilogram dan mencobanya. Siapa tahu kalau memang berasnya enak, berarti produk tersebut bagus dan sahamnya bisa dipertimbangkan untuk dianalisa secara mendalam. Penulis sangat kaget, karena beras dengan kualitas standard dari perusahaan lain masih lebih enak rasanya daripada beras Cap Ayam Jago, bahkan beras private label sebuah supermarket saja masih lebih enak. Bagi penulis, harga premium dari suatu produk harus ada dasar yang kuat, yaitu kualitas. Beras dikatakan berkualitas jika rasanya enak, warnanya putih asli tanpa bahan kimia, tingkat kepatahan berasnya kecil, dan baunya harum. Kalau perusahaan tidak menghasilkan produk yang bagus, maka harga premium yang dikenakan kepada konsumen tidak memiliki dasar. Atas pertimbangan tersebut, penulis memutuskan untuk tidak memasukkan AISA ke dalam daftar saham incaran penulis.
Pada bulan Juni 2017 beras cap Ayam Jago dan Maknyuss meraih penghargaan Superbrands. Penulis beranggapan bahwa strategi memperkenalkan brand seperti yang penulis tulis di atas telah berhasil dan brand awareness masyarakat terhadap beras Cap Ayam Jago sangat tinggi sehingga layak mendapat penghargaan Superbrands. Walaupun demikin, penulis tidak mengubah pendirian, karena dengan meraih penghargaan Superbrands bukanlah jaminan. Pada tahun 2013, Cipaganti juga pernah mendapat penghargaan Superbrands. Tahun 2017 ini Cipaganti dinyatakan pailit.
Tanggal 21 Juli 2017, pasar saham dikejutkan oleh berita bahwa anak perusahaan Tiga Pilar Sejahtera Food, PT Indo Beras Unggul, dinyatakan oleh polisi telah melakukan perbuatan curang karena menjual beras yang tidak sesusai dengan apa yang tercantum pada label di produk tersebut. Polri mencurigai bahwa beras tersebut adalah beras jenis IR64 yang mendapat subsidi pemerintah yang seharusnya dijual dengan harga tertinggi Rp 9.000 per kilogram, namun oleh perusahaan dipalsukan menjadi beras premium dan dijual dengan harga Rp 20.400 per kilogram. Bahkan diduga beras IR64 tersebut diproses dengan bahan kimia tertentu sehingga tampak seperti beras berkualitas tinggi. Perbuatan ini jelas-jelas melanggar UU Perlindungan Konsumen. Padahal baru sebulan dua produk utamanya mendapat penghargaan Superbrands, sekarang dinyatakan sebagai perusahaan yang menipu konsumennya.
Berdasarkan berita tersebut, sejak perdagangan dibuka tanggal 21 Juli 2017, saham AISA mengalami tekanan jual yang luar biasa, dan akhirnya ditutup di harga Rp 1.205 (penurunan Rp 400 atau 24,92%) yang merupakan batas bawah saham AISA. Karena terkena batas bawah, banyak trader maupun investor yang tidak bisa menjual saham AISA akan berusaha menjual hari senin depan sedangkan banyak pihak yang sudah tahu kasus ini sehingga tidak mau ambil resiko dengan membeli saham AISA. Hukum supply demand berlaku, karena supply jauh lebih banyak daripada demand maka harga saham AISA bisa dipastikan akan turun lagi senin depan. Inilah akibat hilangnya kepercayaan investor maupun trader terhadap reputasi perusahaan.
Sebelum adanya kasus ini, banyak analis menganggap saham AISA adalah saham dengan masa depan dan fundamental bagus, sehingga tidak menyangka penurunannya akan sedrastis ini, apalagi ketika pasar saham buka, banyak yang belum tahu informasi tersebut sehingga tidak sempat melakukan cut loss, malah melakukan average down. Di beberapa forum saham, banyak trader yang mencaci maki AISA yang menyebabkan mereka rugi besar. Reaksi pasar saham memang cepat dan penulis percaya reaksi yang terjadi di pasar saham merupakan representasi apa yang akan terjadi di dunia nyata, yaitu beras Cap Ayam Jago dan Maknyuss akan ditinggalkan konsumennya.
Dari kejadian ini, saya teringat dua kalimat Warren Buffett :
It takes 20 years to build a reputation and five minutes to ruin it. If you think about that, you’ll do things differently
Lose money for the firm, and I will be understanding; lose a shred of reputation for the firm, and I will be ruthless
Warren Buffet menganggap bahwa reputasi jauh lebih penting daripada uang dan hal tersebut sudah terbukti benar berulang kali. Perusahaan yang lebih mementingkan uang daripada reputasi, pada akhirnya akan kehilangan segalanya. Sayangnya banyak perusahaan yang tidak memahami ajaran Warren Buffet. Demi mendapatkan keuntungan secara tidak wajar, Tiga Pilar Sejahtera Food mengabaikan reputasi merk produknya yang telah dibangun selama setengah abad dan menipu konsumennya dengan menjual produk di bawah standar dengan harga premium. Pada akhirnya, kecurangan ini ketahuan dan reputasi produk maupun perusahaan hancur di mata masyarakat. Biaya yang telah dikeluarkan untuk meningkatkan brand awareness menjadi sia-sia karena keinginan mendapatkan keuntungan sesaat. Perusahaan harus membangun brand awareness produknya dari nol lagi dan biaya yang akan dikeluarkan akan sangat besar dan susah karena reputasi yang telah cacat di mata masyarakat. Bukan tidak mungkin biaya memperbaiki reputasi yang telah cacat itu melebih keuntungan yang didapat perusahaan dari keuntungan menjual beras kualitas rendah dengan harga premium. Suatu pelajaran yang sangat mahal bagi perusahaan yang mengorbankan reputasi demi keuntungan dengan cara menipu.
Posting Komentar