Siapa Yang Akan Menang ??? Dua Jendral Melawan Seorang Tukang Kayu !!!


Dua Jendral Melawan Seorang Tukang Kayu !!!



Siapa Yang Akan Menang ??? Dua Jendral Melawan Seorang Tukang Kayu !!! - Dua teman sebarak alumnus Lembah Tidar itu bertemu . Soesilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto seperti sedang reuni khusus. Tidak ada teman seangkatan lain ikut seperti Ryamizard Ryacudu. SBY, Prabowo dan Ryamizard adalah produk taruna AKABRI angkatan 1970.

SBY adalah putra Raden Soekotjo, pensiunan pembantu letnan satu dan petinggi Koramil di Pacitan.

Prabowo adalah cucu pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) Margono Djojohadikusumo dan anak dari Menteri Sumitro Djojohadikusumo. Prabowo masuk Akabri, saat ayahnya Sumitro menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1968-1973).

Ryamizard adalah anak dari Mayor Jenderal Mussanif Ryacudu, salah satu jenderal kesayangan Sukarno.

SBY dan Prabowo digembleng di kawah candradimuka Akmil Lembah Tidar Magelang. Keduanya mendapat ilmu militer dari pelatih dan guru yang sama.

Keduanya juga mendapat jodoh putri dari dua jenderal berpengaruh. SBY menikah dengan Kristiani Sarwo Edhie Wibowo putri Letjen Sarwo Edhie Wibowo, Gubernur Akmil 1970-1973. Dari perkawinan ini SBY dianugerahi dua anak orang putra. Agus Harimurti Yudhoyono dan Eddie Baskoro Yudhoyono.Agen Togel Online Terpercaya

Prabowo menikahi Siti Hediati Heriadi putri Jenderal Besar Soeharto, Presiden RI ke 2. Dari pernikahan ini Prabowo mendapat satu orang putra Didit Prabowo.

SBY dan Prabowo dua sosok taruna yang berpengaruh di angkatannya. Pintar dan cerdas. Mereka bersaing ketat menjadi yang terbaik di angkatannya. SBY mengakhiri dinas militer dengan pangkat terakhir Jenderal sedangkan PS Letnan Jenderal.

Sejatinya dalam pendidikan militer sikap korsa adalah jiwa prajurit. Doktrin korsa adalah senasib sepenanggungan, senasib sependeritaan. Korsa menjadi doktrin utama dalam jiwa pikiran seorang prajurit.

Hanya teman yang menjadi pelindung saat bertempur. Hanya teman yang menyelamatkan saat diserang musuh. Maka kesetiaan korsa itu harga mati. Tidak bisa ditawar atau diabaikan.

Tidak heran sikap korsa prajurit militer sulit dicari tandingannya. Jangan coba-coba melukai seorang prajurit, seribu temannya akan datang membalas.

Sayangnya terdengar selentingan kabar kurang sedap dari hubungan korsa taruna SBY dan Prabowo.

Menurut Hermawan Sulistyo, mantan Ketua Tim Investigasi TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) Kerusuhan Mei 1998, tak banyak orang bertanya kenapa Prabowo telat lulus. Dalam sebuah diskusi publik di masa pasca-Pilpres pada 3 Juli 2014 di Jakarta, Hermawan berbicara keras soal Prabowo.

“Anda tidak tahu bahwa SBY itu pernah dipukul Prabowo waktu di Akmil, di Akabri waktu itu?” kata Hermawan. “Kenapa tidak ada orang yang bertanya dalam catatan biodata Prabowo, harusnya lulus tahun 1973 kenapa lulusnya tahun 1974? Ini enggak ada orang yang nanya. Katanya Prabowo pintar, kok enggak naik kelas? Berarti ada yang lain, kan? Ya itu tadi, nggebukin SBY, gitu.”

Menurut Hermawan, semua bermula dari kaburnya Prabowo dan tiga kawannya. Dari tiga kawan itu di antaranya ada Ryamizard. Mereka kabur ke Jakarta untuk menghadiri acara Siti Hediati Hariyadi (alias Titiek Soeharto, yang kemudian menjadi istri Prabowo). Apa pun tujuannya, ulah mereka ketahuan Gubernur Akabri Sarwo Edhie Wibowo. Mereka heran kenapa mereka ketahuan.

“Satu-satunya orang yang tahu adalah SBY, karena dia diajak (tapi) enggak mau. Akhirnya hari Senin habis dimarahin, hari minggu ketangkep, senin malamnya mereka tanya-tanya sampai bonyok.”

45 tahun kemudian, beberapa hari yang lalu, jarum jam sejarah berputar balik. Dua seteru saat di Lembah Tidar itu bertemu kembali. Prabowo bertandang ke rumah SBY di Cikeas, Bogor.

Mereka bertemu dengan pangkat yang sejajar. Keduanya kini menjabat ketua umum partai politik. SBY Ketum Partai Demokrat sedangkan Prabowo Ketum Partai Gerindra.Agen Bettingan Online Terpercaya

Entah apa yang ada dibenak SBY saat Prabowo datang memberi hormat dan memanggilnya dengan panggilan Presiden SBY. Hanya SBY dan Tuhan yang tahu.

Yang jelas, Jenderal Purnawiranan SBY dan Letjen (dipecat dari ABRI) Prabowo telah bermetamorfosis menjadi politikus ulung. Politikus punya banyak wajah. Harus pintar menyimpan emosi. Meski masih menyimpan luka, senyum manis harus dikembangkan apalagi saat disorot kamera wartawan.

Sambil menikmati pedasnya nasi goreng seharga Rp.12.000,- itu, kedua jenderal itu curhat atau curcol. SBY dan Prabowo tetiba galau dengan dinamika politik yang menurut keduanya merugikan publik. Keduanya dengan gesture dongkol tingkat dewa melampiaskan kekesalan kekalahan fraksinya di DPR dengan ekspresi sewot.

Pasalnya president thresold atau ambang batas 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional disetujui Fraksi DPR pro pemerintah dituding SBY dan Prabowo sebagai kesewenang-wenangan Jokowi.

Prabowo malah dengan ketus menyebut president thresold 20 persen adalah lelucon politik untuk mengelabui publik. Maklum, president thresold 20 persen ini bakal menyulitkan langkah SBY dan Prabowo bermanuver untuk mengusung jagoannya pada pilpres 2019.

Resonansi galau dari Senayan ini membuat keduanya melupakan cerita kelabu masa lalu. Demi target kekuasaan RI 1 pada 2019, keduanya bersekutu untuk mengeroyok si Tukang Kayu Jokowi. Dua jenderal yang dulu berseteru itu bersekutu untuk mengeroyok si Tukang Kayu Jokowi.

Jokowi dituding SBY telah melakukan abuse of power, menyalahgunakan kekuasaan. SBY dengan bahasa lebay seperti biasa mendramatisir seolah-olah Jokowi menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaannya. Indikasinya jelas tergambar dari president thresold 20 persen. Belum lagi terbitnya Perppu Ormas anti Pancasila. SBY gusar, Prabowo gundah. Gusar bercampur gundah berujung Andi Lau alias antara dilema dan galau.

Lucunya, SBY lupa bahwa president thresold 20 persen adalah produk pikirannya sendiri yang diartikulasikan Syarif Hasan orang kepercayaannya pada saat SBY berkuasa pada 2009. Demokrat pada 2009 ngotot memaksakan ambang batas syarat capres dengan president thresold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Anehnya, setelah kursi Demokrat melorot pada Pileg 2014, SBY ngotot menyebut president thresold 20 persen tidak fair. Aneh tapi nyata. Saat berambut hitam klimis SBY ngotot memaksakan usulan president thresold 20 persen. Namun saat rambut sudah memutih malah merengek memelas minta nol persen.



Padahal dalam dunia persilatan semakin memutih rambut seorang pendekar seharusnya semakin tinggi ilmu silatnya. Artinya president thresold sejatinya harus lebih tinggi. Dinaikkan targetnya, bukan malah diplorotin sampai nol. Bolehlah kita sebut dalam dunia persilatan ini disebut the looser alias pecundang. Tidak pernah mau kalah, mau menang sendiri. Jackpot Ratusan Juta

Jokowi tentu tertawa geli melihat dua seteru jenderal ini akhirnya bisa bersatu untuk mengeroyoknya. Dengan datar Jokowi merespon pertemuan dua jenderal itu sebagai pertemuan biasa-biasa saja. Gak kepikiran. Cuek.

Pertemuan dua jenderal galau dapat dibaca sebagai gertak sambal menyerang Jokowi yang disebut banyak analis politik sulit dikalahkan. Dengan president thresold 20 persen ambisi mencalonkan jagoannya pada pilpres 2019 bisa-bisa tidak kesampaian. Bisa jadi ambisi kedua jenderal ini kandas direrumputan meminjam kata Ebiet G Ade.

Alih-alih Jokowi membalas serangan SBY dan Prabowo, Jokowi justru semakin giat belajar main sulap. Sulap untuk anak-anak sudah dikuasainya, ilmu sulap untuk dua jenderal ini tinggal menghitung hari saja. Sementara sang istri Ibu Negara Iriana Widodo malah berlakon ngelawak di acara peringatan bahaya narkoba di Jateng. Kloplah duet Jokowi dan Ibu Negara melawan duo jenderal pelahap nasi goreng ini.

Untuk menaklukkan Jokowi bukan perkara mudah. Jokowi memiliki banyak ilmu silat dari beragam padepokan. Kadang Jokowi lentur seperti pendekar Wu Shu, kadang bisa keras seperti pendekar karate. Kadang Ia bisa lembut seperti pendekar Tai Chi, dalam hitungan menit Jokowi bisa menakutkan seperti pendekar Kung Fu, seperti Bruce Lee.

Kemampuan bermain silat politik Jokowi sudah menyentuh level tertinggi. Bukan karena Jokowi pernah digembleng oleh Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan, namun alam semesta yang telah mengajarinya bagaimana hidup bermanfaat bagi bangsa dan negara. Alam yang menempa karakter Jokowi hingga bisa terbentuk seperti Jokowi sekarang ini. Jokowi telah selesai dengan dirinya sendiri. Ia tidak punya hasrat duniawi lagi. Baik bagi dirinya sendiri juga bagi anak-anak dan keluarga besarnya.

Untuk mengalahkan Jokowi, syaratnya pesaingnya juga harus sudah selesai dengan dirinya sendiri. Sayangnya SBY meski sudah sepuluh tahun pernah berkuasa masih saja bernafsu membangun dinasti Cikeas. Anaknya Agus Harimurti Yudhoyono dipaksa masuk politik demi ambisi SBY.

Setali tiga uang, Prabowo juga belum selesai dengan dirinya. Ia masih bermimpi menjadi macan. Sementara tunggangannya kuda. Prabowo masih penuh nafsu dan ambisi menjadi penguasa. Ambisi pribadi yang belum lunas semasa aktif di militer. Ambisi untuk membayar hutang rasa malu dipecat dari tentara karena diduga terlibat aksi penculikan mahasiswa pada 1998.

Meski lawannya jenderal, jangan coba-coba beradu nyali dengan tukang kayu ini. Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Kepala BIN Budi Gunawan bahkan harus keringat dingin ketar-ketir mewanti-wanti Presiden Jokowi agar mengurungkan niatnya pergi ke Monas menemui 7 juta peserta aksi 212 pimpinan Rizieq Shihab.

Saat aksi 212 berlangsung, keselamatan Presiden Jokowi sangat berisiko tinggi di tengah kepungan ratusan ribu peserta aksi demo 212. Alih-alih mempertimbangkan pendapat penasihat keamanannya, Jokowi malahan melenggang anteng menuju panggung tempat Rizieq Shihab pidato.

Rizieq kaget bukan kepalang, tidak menyangka. Jokowi yang selalu dihujatnya mendatanginya persis disampingnya. Rizieq tidak berkutik. Rizieq dan konco-konconya hanya bisa menahan malu. Panggung itu akhirnya menjadi milik Jokowi. Semua melongo melihat presiden Jokowi yang dihujat plonga plongo ini.

Jokowi melakoni hidupnya dengan berjalan pada falsafah Jawa
“Dadio banyu, ojo dadi watu” (Jadilah air, jangan jadi batu). Ia berusaha tawadhu meski telah menjadi orang nomor satu di republik ini.

Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Ia tidak membalas fitnah dengan fitnah. Bagi Jokowi tenaga, waktu, pikiran dan perasaannya hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja untuk bangsa dan negaranya.

Dalam bingkai lain, Jokowi bukanlah seperti orang lemah yang sering disangkakan banyak lawan-lawannya. Sering lawannya memberi stempel Jokowi itu presiden plonga-plongo. Presiden penakut. Presiden boneka.

Kita sudah bisa melihat pribadi Jokowi yang bernyali dan petarung. Rekam jejak keberanian dan ketegasannya berlimpah.

Sebutlah soal mafia migas Petral yang dibubarkan. Bandingkan dengan jaman SBY yang menjadikan Petral bancakan mafia migas dengan bisnis rentenya. Reza Chalid penguasa Petral yang zaman SBY seperti dewa, kini hilang ditelan bumi. Menghilang dari Indonesia.

Sebutlah juga soal mafia illegal fishing yang diberantas tanpa kompromi. Saat SBY berkuasa, pemain illegal fising menguras kekayaan ikan laut kita Bandingkan dengan Jokowi yang tidak kenal kompromi dengan perampok ikan. Jokowi memerintahkan Menteri KKP Susi Pudjiastuti untuk melawan pelaku illegal fishing. Yang tertangkap diledakkan kapalnya.

Kita juga ingat perintah perang pemberantasan narkoba tanpa belas kasihan. Petintah Jokowi, pengedar narkoba silahkan ditembak mati. Puluhan terpidana narkoba sudah mati dieksekusi. Mati dieksekusi di Nusakambangan. Bandingkan dengan SBY yang malah memberi grasi pada ratu mariyuana Schapelle Corby asal Australia. Kita juga tahu perintah gebuk Jokowi pada TNI Polri jika mengetahui ada PKI.

Strategi permainan silat Jokowi ini kita baca ibarat dokter sedang mendiagnosa penyakit pasiennya. Jika masih bisa dibereskan dengan obat, maka Jokowi memberi obat.

Namun jika penyakit itu sudah menggerogoti tubuh induk, maka tak ada jalan lain selain mengamputasinya. Memotongnya lalu membuangnya jauh-jauh agar tidak menginfeksi anggota tubuh lainnya.

Jokowi memainkan strategi bertarung nan ciamik. Ia merangkul siapa yang hendak dirangkul. Sementara Ia membiarkan musuhnya berselancar diatas ombak kencang yang dibuat aktor-aktor politik itu.

Tidak heran akibat jurus tendangan tanpa bayangan Pak De Jokowi itu dua jenderal yang dulu berseteru itu akhirnya bisa makan nasi goreng bersama. Persekutuan kedua jenderal ini hanya demi syahwat bisa mengalahkan Jokowi pada pilpres 2019 mendatang. Pokoknya Jokowi harus kalah. Titik.

Sayangnya kedua jenderal gaek ini lupa, untuk mengalahkan Jokowi tidak bisa dengan ilmu militer atau ilmu politik, namun harus punya karakter sudah selesai dengan dirinya sendiri. Ia harus tidak punya keinginan lagi tentang harta, kekuasaan, dan nama besar. Dan itu tidak dimiliki SBY dan Prabowo Subianto.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © siaranindoonesia. Designed by OddThemes
site hit counter