Jakarta, SiaranIndoonesia -- Enam tahun silam David J. Slater datang ke hutan di Pulau Sulawesi untuk mengambil foto monyet jambul hitam. Kini, namanya terkenal sebagai fotografer yang berebut hak foto selfie seekor monyet bernama Naruto di pengadilan Amerika Serikat.
Cerita Slater bermula pada 2011 ketika dia ke Indonesia untuk berkampanye perlindungan satwa langka, tepatnya monyet jambul hitam. Masyarakat setempat menyebut jenis monyet itu dengan Yaki.
Slater perlu menghabiskan waktu tiga hari bersama monyet-monyet jambul hitam tersebut untuk mendapatkan kepercayaan mereka.
"Itu tidak mudah," kata Slater, seperti dikutip dari IFLScience, Jumat (4/8). "Mereka berada di hutan yang penuh sulur, di bawah pohon yang telah jatuh, dekat ranting yang berjatuhan. Sangat sukar. Tapi perlahan-lahan mereka mulai percaya pada saya." Agen Togel Online Terpercaya
Slater menyebut, di hari keduanya di sana, ia sudah dianggap bagian dari kelompok. Ketika Slater datang, ia akan disambut dan diajak bermain oleh monyet-monyet jambul hitam.
Dalam momen-momen seperti itulah Slater baru berani mengeluarkan kamera dan membidik sahabat-sahabat barunya itu satu persatu.
Tak butuh waktu lama bagi monyet jambul hitam itu untuk mulai tertarik pada kamera Slater. Kaca lensa yang memantulkan cahaya menjadi magnet bagi mereka. Apalagi, monyet jambul hitam tersebut bisa melihat pantulan diri mereka pada lensa.
Sebuah ide kemudian melintas di benak Slater. Ia mengeluarkan tripod penopang kamera dan memasangkan kabel shutter untuk mengambil gambar. Ia lalu berbaring di tanah sembari memegang kaki tripod agar tak jatuh ketika tersenggol.
"Mereka lalu mulai bermain dengan kabel tersebut. Mereka meletakkan kabel itu di mulut dan juga mulai menggenggamnya. Lalu saya mendengat suara cekrek ketika mereka sedang menunjukkan wajah aneh di depan kamera," tutur Slater. Agen Bttingan Online Terepercaya
"Secara singkat, itulah cerita terciptanya foto tersebut."
Kisah sederhana Slater itu kini berujung pada kasus yang tak kunjung selesai.
Organisasi perlindungan hak hewan People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) menyatakan, Naruto adalah pemilik sah foto yang telah mendunia itu karena foto tercipta berkat genggaman Naruto. PETA juga menyebut Naruto berhak menerima ganti rugi atas pelanggaran hak cipta setelah foto tersebut dipakai dalam sebuah buku satwa liar.
Pada September 2015, PETA pun resmi melayangkan gugatan untuk Slater di Pengadilan Wilayah Amerika Serikat di San Francisco. Mereka menghubungi seorang ahli primata untuk mewakiliki Naruto di pengadilan.
Sementara itu, Slater menganggap ada proses kreatif di balik foto tersebut sehingga ia pun berhak memiliki foto.
Kini kasusnya masih bergulir di pengadilan dan menjadi sorotan dunia. Mahasiswa-mahasiswa hukum pun datang setiap kali sidang digelar untuk mempelajari kasus unik tersebut.
Slater sendiri meradang. Ia merasa kehilangan royalti setiap kali foto selfie Naruto digunakan pada kaus, papan reklame, bahkan sampul album musik.
Namun, yang membuat Slater benar-benar terganggu adalah kasus ini membuatnya gagal mencapai misi sebenarnya ketika ia datang ke hutan Sulawesi -- berkampanye soal perlindungan satwa langka.
"Sekarang riuhnya bukan soal (perlindungan) monyet-monyet itu lagi, dan ini mengecewakan karena itu lah alasan saya mengambil foto," katanya.
"Seketika tak ada lagi yang peduli pada mereka karena sekarang ini hanya soal hak cipta."
Cerita Slater bermula pada 2011 ketika dia ke Indonesia untuk berkampanye perlindungan satwa langka, tepatnya monyet jambul hitam. Masyarakat setempat menyebut jenis monyet itu dengan Yaki.
Slater perlu menghabiskan waktu tiga hari bersama monyet-monyet jambul hitam tersebut untuk mendapatkan kepercayaan mereka.
"Itu tidak mudah," kata Slater, seperti dikutip dari IFLScience, Jumat (4/8). "Mereka berada di hutan yang penuh sulur, di bawah pohon yang telah jatuh, dekat ranting yang berjatuhan. Sangat sukar. Tapi perlahan-lahan mereka mulai percaya pada saya." Agen Togel Online Terpercaya
Slater menyebut, di hari keduanya di sana, ia sudah dianggap bagian dari kelompok. Ketika Slater datang, ia akan disambut dan diajak bermain oleh monyet-monyet jambul hitam.
Dalam momen-momen seperti itulah Slater baru berani mengeluarkan kamera dan membidik sahabat-sahabat barunya itu satu persatu.
Tak butuh waktu lama bagi monyet jambul hitam itu untuk mulai tertarik pada kamera Slater. Kaca lensa yang memantulkan cahaya menjadi magnet bagi mereka. Apalagi, monyet jambul hitam tersebut bisa melihat pantulan diri mereka pada lensa.
Sebuah ide kemudian melintas di benak Slater. Ia mengeluarkan tripod penopang kamera dan memasangkan kabel shutter untuk mengambil gambar. Ia lalu berbaring di tanah sembari memegang kaki tripod agar tak jatuh ketika tersenggol.
"Mereka lalu mulai bermain dengan kabel tersebut. Mereka meletakkan kabel itu di mulut dan juga mulai menggenggamnya. Lalu saya mendengat suara cekrek ketika mereka sedang menunjukkan wajah aneh di depan kamera," tutur Slater. Agen Bttingan Online Terepercaya
"Secara singkat, itulah cerita terciptanya foto tersebut."
Kisah sederhana Slater itu kini berujung pada kasus yang tak kunjung selesai.
Organisasi perlindungan hak hewan People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) menyatakan, Naruto adalah pemilik sah foto yang telah mendunia itu karena foto tercipta berkat genggaman Naruto. PETA juga menyebut Naruto berhak menerima ganti rugi atas pelanggaran hak cipta setelah foto tersebut dipakai dalam sebuah buku satwa liar.
Pada September 2015, PETA pun resmi melayangkan gugatan untuk Slater di Pengadilan Wilayah Amerika Serikat di San Francisco. Mereka menghubungi seorang ahli primata untuk mewakiliki Naruto di pengadilan.
Sementara itu, Slater menganggap ada proses kreatif di balik foto tersebut sehingga ia pun berhak memiliki foto.
Kini kasusnya masih bergulir di pengadilan dan menjadi sorotan dunia. Mahasiswa-mahasiswa hukum pun datang setiap kali sidang digelar untuk mempelajari kasus unik tersebut.
Slater sendiri meradang. Ia merasa kehilangan royalti setiap kali foto selfie Naruto digunakan pada kaus, papan reklame, bahkan sampul album musik.
Namun, yang membuat Slater benar-benar terganggu adalah kasus ini membuatnya gagal mencapai misi sebenarnya ketika ia datang ke hutan Sulawesi -- berkampanye soal perlindungan satwa langka.
"Sekarang riuhnya bukan soal (perlindungan) monyet-monyet itu lagi, dan ini mengecewakan karena itu lah alasan saya mengambil foto," katanya.
"Seketika tak ada lagi yang peduli pada mereka karena sekarang ini hanya soal hak cipta."
Posting Komentar