POTENSI KE GAGALAN PRABOWO UNTUK MENJADI PRESIDEN DI 2019


POTENSI KE GAGALAN PRABOWO UNTUK MENJADI PRESIDEN DI 2019 !!!



Siaranindonesia- Sudah jadi kabar baik bahwa DPR telah mengesahkan UU Pilkada mengenai presidential threshold pada angka 20-25%. Maksud dari kesepakatan ini adalah 20% perolehan kursi di DPR dan 25% perolehan suara nasional dalam pemilu.

UU yang disahkan ini menjadi satu hal yang membuat fraksi partai oposisi seperti Gerindra di belakang Prabowo, PAN di belakang Sengkuni, dan Demokrat di belakang SBY ketar ketir. Mengapa mereka ketar ketir? Karena ada beberapa alasan.

Pertama, Golkar yang sebelumnya berada di kubu oposisi pemerintah, mulai mendekati Jokowi. Setya Novanto sebagai ketum Golkar dibuat tidak memiliki pilihan politik, dan harus berbaiat ke arah pemerintah. Maklum saja, karena Setya Novanto dikenal dengan seorang yang oportunis dan cenderung menjilat. Gerindra pun memiliki kekhawatiran soal sang ketum, Prabowo yang mungkin saja akan kesulitan nyapres karena takut tidak memiliki suara.

Kedua, masalah kepercayaan rakyat Indonesia tertinggi di dunia 80%, dan kepuasan rakyat yang mencapai 65%. Ini adalah fakta yang sulit dibantah oleh Prabowo. Keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi demo bela-bela safirah justru menjadi umpan lambung bagi pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan publik.

Sampai sekarang belum ada respon dari Prabowo, the hurt man alias manusia tersakiti. Mungkin saja ia  tidak mengikuti perkembangan politik, karena terlalu nyaman mendapatkan kipasan-kipasan dari para dayang Hambalang. Semoga saja ini hanya imajinasi saya.

Namun waketum Gerindra, Arief Po menuding pemerintah memaksakan presidential threshold sebesar 20-25 agar mereka dapat memuluskan Jokowi di dalam pilpres 2019 nanti. Dengan angka tersebut, Arief takut bahwa nanti akan ada satu capres di tahun 2019 yaitu Jokowi. Loh konyol banget! Kok salahkan pemerintah? Lagipula yang mengesahkan UU Pemilu juga kan para anggota DPR? Mental macam apa yang dimiliki oleh para anggota F-Gerindra? F itu artinya Fraksi atau…..? Ah sudah lah, bikin saya emosi saja membahas para benalu di DPR ini.

Gerindra bersama sejumlah partai yang pernah tersakiti, sebut saja Demokrat, bersikukuh agar presidential threshold atau ambang batas capres dibuat 0% alias dihilangkan. Tentu dengan hal ini, semua partai bisa mengusung capres mereka masing-masing. Ini adalah sebuah hal yang kontraproduktif! Buang-buang uang rakyat saja untuk biaya-biaya yang dibutuhkan. Cerdas sekali pemikiran mereka.

“PT 20% itu memang merupakan setting dari pada Jokowi sendiri. Kemungkinan calon tunggal akan terjadi,” ujar Arief dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (21/7/2017) malam.

Lagi-lagi kekonyolan diucapkan oleh Arief. Kesepakatan itu datang dari anggota DPR. Hal sederhana seperti ini kok tidak bisa dimengerti ya oleh para dewan terhormat perwakilan rakyat? Apakah Gerindra sudah dibutakan oleh hausnya kekuasaan dan keringnya ‘lahan-lahan’ yang selama ini dijadikan alat sedot ‘fulus’? Sudah lah, Arief, terima saja.

Sudah kalah, gak nrimo, malah WO? Cupu ente! Eh.. Bukan cupu, namun.. CUVU… Pakai V saja agar lebih terlihat vantas dan varokah. Hahaha.

Sebenarnya ada yang lebih penting perlu dibahas ketimbang berdebat di angka-angka yang ada di presidential threshold. 20-25 itu hanya angka. Ada elemen yang jauh lebih penting. Apa itu? Yakni ketenangan dan kebahagiaan rakyat Indonesia. Jika memang kekhawatiran Gerindra terbukti benar, ketenangan rakyat pun pasti terjamin.

Dengan pencapaian angka 80% kepercayaan publik dan 65% kepuasan rakyat, membuat Jokowi begitu dicintai. Lihat saja kekalahan Prabowo pada tahun 2014, membuat mencekam situasi sekitar Mahkamah Konstitusi. Sejarah sudah membuktikan, kehadirannya meresahkan. Buat apa Jokowi diganti untuk periode kedua? Jika memang suasana mencekam yang diinginkan, kalian sudah tahu siapa yang harus kalian pilih.

“PT didorong untuk melahirkan calon tunggal. Saya pesimis di MK ada rakyat yang menggunggat UU Pemilu. Parpol kan tidak boleh menggugat karena ada perwakilan di sana (DPR). Saya nggak yakin akan diterima kalau rakyat mau gugat,” ucap Arief Waketum Gerindra.

Ya sudah jika memang tidak ada rakyat yang ingin menggugat UU Pemilu, artinya kalian tidak diharapkan rakyat. Logikanya sederhana bukan? Rakyat yang memilih.

Secara kalkulasi di atas kertas, sebenarnya jika Gerindra, PAN, dan Demokrat bergabung, tentu akan memenuhi syarat mereka untuk mengusung capres mereka. 20-25% angka yang kecil buat mereka. Lantas, mengapa Gerindra ketakutan? Sederhana, mereka tidak melakukan kalkulasi di atas kertas, melainkan di atas harga diri dan nafsu berkuasa.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © siaranindoonesia. Designed by OddThemes
site hit counter