Penyerang Masjid Quebec Terinspirasi Aksi Anti-Imigran Trump



Jakarta, SiaranIndonesia -- Alexander Bissonnette, pelaku penembakan di Masjid Quebec, Kanada, sekitar akhir Januari 2017 lalu disebut terinspirasi sentimen dan kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang melatarbelakangi tindakannya. Sedikitnya enam jemaah masjid tewas dan belasan lainnya luka-luka dalam peristiwa tersebut.

Jaksa penuntut Thomas Jacques mengungkapkan temuan tim penyidik dalam laptop pria 28 tah
un itu. Beberapa bulan sebelum serangan terjadi, mahasiswa asal Perancis itu rutin melihat situs-situs, laman Facebook, dan YouTube yang berkaitan dengan senjata api, Muslim, kaum imigran, dan pembunuhan berantai.POKER ONLINE TERPECAYA

Dari isi laptopnya, Bissonnette disebut terobsesi unggahan Trump di Twitter terkait larangan imigrasi bagi tujuh negara mayoritas Muslim. Sebulan sebelum insiden terjadi, pria itu disebut rutin mengecek laman Twitter Trump dan berita terkait Presiden AS ke-45 itu setiap harinya.


Dalam gadget itu, ada sebuah foto yang juga menunjukkan Bissonnette mengenakan topi bertuliskan "Make America Great Again", logo yang selama kampanye digaungkan Trump dan sarat sentimen xenofobia. Ia juga menyimpan sejumlah foto Trump di laptopnya itu.TOGEL ONLINE TERPERCAYA

Jaksa mengatakan Bissonnette juga menyimpan sejumlah gambar interior Masjid Quebec sebelum insiden terjadi. Selain itu, dia juga rutin membuka situs dan laman Facebook masjid tersebut.

Bissonnette diketahui sempat meneliti statistik persentase jumlah orang di seluruh dunia berdasarkan agama. Sebelum serangan terjadi, dia juga turut mempelajari rezim Adolf Hitler bersama Nazinya serta jumlah imigran di berbagai negara.

Dia juga mengatakan Bissonnette mengaku jelas-jelas mengingat serangan 30 Januari malam itu. Hal itu berlawanan dengan apa yang Bissonnette katakan saat diinterogasi polisi.Beberapa pekan sebelum serangan, Bissonnette juga disebut turut mengecek Twitter akun seorang komentator sayap kanan Amerika, ahli teori konspirasi, dan pemimpin gerakan supermasi atau neo-Nazi.

Dilansir Montreal Gazette, Bissonnette mengaku bersalah dalam persidangan bulan lalu atas enam tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan enam tuntutan percobaan pembunuhan. Di persidangan, dia membaca surat berisikan pengakuannya yang menyatakan bahwa dirinya bukan teroris atau orang yang memiliki sentiman Anti-Islam (Islamofobia). PROMO DEPOSIT HARIAN

Dia bahkan meminta komunitas Muslim memaafkan kesalahannya.

Namun, ucapannya itu berbeda dengan apa yang didengar seorang petugas sosial, Guylaine Gayoutte, yang sempat bertemu Bissonnette di penjara saat sedang bekerja.

Pada 20 September 2017, Gayoutte mengaku sempat berbincang dengan Bissonnette. Pria itu memberitahunya bahwa ia menyesal tidak membunuh lebih banyak orang lagi di masjid tersebut.

"Saya bisa membunuh siapa saja, saya tidak menargetkan Muslim. Saya hanya ingin kemenangan," ucap Gayoutte mengutip pernyataan Bissonnette kepadanya.

"Dia [Bissonnette] juga mengatakan bahwa 'saya menyesal tidak membunuh lebih banyak orang. Korban-korban yang tewas sekarang sudah hidup di surga dan saat ini saya malah hidup di neraka'," kata Gayoutte.

Gayouttee mengatakan Bissonnette sempat berpikir untuk menembak dirinya sendiri setelah melakukan serangan itu.

Gayoutte juga mengatakan Bissonnette sempat bercerita kepadanya suasana saat serangan terjadi. Bissonnette mengaku sempat tertawa di depan jemaat masjid yang ketakutan setelah dirinya melontarkan serangkaian tembakan kepada orang-orang tersebut, menganggap aksinya itu adalah lelucon.

Bissonnette juga menceritakan dia menembak seorang jemaat sebanyak lima kali karena mencoba menghentikan aksinya.

Dia juga mengaku memutuskan meluncurkan aksinya di hari itu setelah mendengar pernyataan Perdana Menteri Justin Trudeau yang bersumpah bahwa Kanada akan menyambut dan menerima pengungsi terutama orang-orang yang kabur dari persekusi, perang/konflik, serta teror lainnya.



Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © siaranindoonesia. Designed by OddThemes
site hit counter